Sabtu, 19 Desember 2015

MAKALAH PLAGIARISME

PENGERTIAN PLAGIARISME :
Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Contoh-contoh bentuk plagiat :
  • Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
  • Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
  • Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
  • Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri,
  • Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya
Definisi Plagiat
Jadi, plagiat adalah: tindakan mencuri (gagasan/karya intelektual) orang lain dan mengklaim atau mengumumkannya sebagai miliknya.

 
SINONIM
Beberapa nama lain dari plagiat yang kerap muncul, namun memunyai pengertian yang sama yakni
1. Meminjam (borrowing)
2. Pencurian (theft)
3. Pelanggaran (infringement)
4. Pembajakan (piracy)
5. Pemalsuan (counterfeiting)
6. Pengambilan untuk diri sendiri (appropriation)
7. Mencuri (stealing) 



RUANG LINGKUP
Tindak plagiat kerap muncul dalam berbagai versi. Ada yang melakukannya serentak, ada yang sebagian, dan ada yang hanya satu perbuatan mencuri gagasan orang lain berikut ini.
1. Mengambil mentah-mentah karya orang lain dan menyebutnya sebagai karya sendiri.
2. Menulis kembali karya orang lain dan menerbitkannya.
3. Meng-hire atau memakai jasa orang lain untuk menulis suatu karya atau purchasing a karya tulis lalu mempublikasikannya dengan nama sendiri.
4. Menggunakan gagasan orang lain mempublikasikannya dengan nama sendiri.
5. Menggunakan kata-kata yang diucapkan orang lain apa adanya dan mempublikasikannya dengan nama sendiri.
6. Melakukan paraphrase dan atau meringkas gagasan orang serta kata-kata mempublikasikannya dengan nama sendiri.
7. Menggunakan karya tulis yang didapat dari orang lain kemudian mempublikasikannya dengan nama sendiri.
8. Menggunakan karya tulis yang dibeli dan atau diunduh dari internet dan kemudian mempublikasikannya dengan nama sendiri.
9. Mengopi informasi dari sumber elektronik (web, laman web, sumber elektronik lainnya/database) dan menggunakannya sebagai milik sendiri.
Di negara-negara maju, pada umumnya tindak plagiat dilarang keras dan hampir semua warga mematuhinya. Kalaupun toh ada yang melanggar maka sanksinya cukup berat. Terutama di kalangan perguruan tinggi, budaya fair atas karya cipta orang lain sangat dijunjung tinggi. Dan tindak plagiat, karena itu, dipandang sebagai suatu yang tercela dan merendahkan harkat dan martaba

BENTUK DAN JENIS PLAGIAT
Plagiat muncul dalam empat bentuk yang berikut ini.

1) Plagiat langsung (direct plagiarism). Jenis plagiat ini sangat berat. Mengapa? Karena si plagiator mengopi langsung sumber kata demi kata tanpa menunjukkan bahwa itu merupakan hasil kutipan dan sama sekali tidak menyebutkan siapa penulis atau pemilik karya cipta intelektualnya.

2) Meminjam karya dari orang lain. Sering terjadi seseorang meminjam kertas kerja dari sesama teman, kolega, saudara dan orang lain. Lalu menyalinnya begitu saja tanpa sedikit pun coba menambah apalagi memasukkan gagasannya sendiri. Namanya dicantumkan sebagai pembuat, padahal mengambil dari karya orang lain.

3) Tidak jelas atau salah kutip (vague or incorrect citation). Seorang penulis harus menunjukkan di mana ia mulai mengutip sumber luar dan di mana berakhirnya. Kadang kala penulis mengutip sumber hanya sekali, pembaca mengasumsikan bahwa kalimat atau paragraf sebelumnya telah dilakukan parafrasa. Padahal karya itu sebagian besar mengambil gagasan dari satu sumber. Penulis tidak berusaha menunjukkan rujukan dengan jelas. Semestinya, parafrasa dan ringkasan harus dinyatakan dengan tegas dan sejelas-jelasnya pada awal dengan nama penulis, pada akhir dengan referensi kurung. Penulis selalu harus dengan jelas menunjukkan bila parafrasa, ringkasan, atau kutipan dimulai, berakhir, atau terpotong.

4) Plagiat mosaik (mosaic plagiarism). Ini merupakan bentuk plagiat yang paling sering terjadi. Penulis tidak secara langsung menyebutkan sumbernya. Ia hanya mengubah sedikit kata dan menggantinya dengan kata-katanya sendiri, mengubah beberapa kata dalam kalimat (reworks a paragraph) dengan cara kata-katanya sendiri tanpa menyebutkan kredit si penulis asli. Kalimat dan paragraf bukan dalam bentuk kutipan, namun apabila dicermati dengan saksama maka sangat mirip dengan sumbernya.

AKIBAT
Tindak plagiat dapat menyeret seorang “ribut” dengan orang lain atau pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, yang bersangkutan akan kehilangan pamor dan kredibilitasnya.
 
HUKUM
Terutama di negara maju yang kesadaran akan hak orang lain sudah tinggi, penghargaan atas karya intelektual sudah semakin dijunjung tinggi.
Di Indonesia, tindak plagiat dapat didakwa melanggar undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Terutama Bagian Keempat tentang Ciptaan yang Dilindungi Pasal 12 dan Pasal 13 sebagai berikut.
UNDANG-UNDANG DASAR :
 
Pasal 12
(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a) buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. arsitektur;
h. peta;
i. seni batik;
j. fotografi;
k. sinematografi;
l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.

Pasal 13
Tidak ada Hak Cipta atas:
a. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.


TINDAK PENCEGAHAN/ SOLUSI
Bukan tidak ada teknik bagaimana menghindar dan mencari solusi untuk mengeliminasi atau setidaknya mengurangi tindak plagiat. Yakni dengan mencantumkan kredit pemilik karya asli dan jujur pada sumber.

Sebagaimana didefinisikan Random House Compact Unabridged Dictionary (1995), tindak plagiat adalah penggunaan atau imitasi yang bahasa dan pemikirannya sama atau sangat mirip dengan penulis lain dan mengklaim bahwa karya tersebut sebagai karya orisinilnya.

Dalam dunia akademik, plagiat yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen, atau peneliti dianggap sebagai kecurangan akademik atau penipuan akademis. Pelakunya dapat dikenakan sanksi akademik dalam berbagai bentuk, dari yang ringan hingga dikeluarkan sebagai sivitas akademika.

Dalam dunia jurnalistik, plagiat dianggap sebagai pelanggaran atas etika jurnalistik. Wartawan yang terbukti melakukan tindak plagiat dikenakan sanksi disipliner, mulai dari teguran lisan, tertulis, hingga pemutusan hubungan kerja.

Dalam praktiknya, beberapa orang terbukti menjiplak dalam konteks akademis atau jurnalistik. Ada yang menyatakan bahwa mereka dijiplak secara tidak sengaja, alpa menyertakan sumber atau tidak memberikan rincian kutipan yang sesuai.

Ketahuan Plagiat: Tidak Lulus Sidang Skripsi

 Ketahuan Plagiat: Tidak Lulus Sidang Skripsi

Saat dalam kuliah tahap akhir dan menjelang pembuatan skripsi, salah seorang dosen yang bertugas menjadi dosen pembimbing sekaligus penguji skripsi mewanti-wanti kami para mahasiswanya agar membuat skripsi dengan serius. Salah satu yang paling ditekankannya adalah jangan sampai melakukan kecurangan intelektual seperti melakukan copy paste tanpa mencantumkan sumbernya atau tindakan plagiat terhadap karya-karya orang lain. Sang dosen menceritakan pengalamannya saat harus tidak meluluskan seorang mahasiswa karena ketahuan membuat skripsi secara serampangan yaitu ditunjukkan dengan mengutip pendapat para ahli yang berasal dari buku yang dibuat oleh ahli tersebut, namun sang mahasiswa tidak membacanya langsung dari buku, melainkan mengutip dari jurnal yang mengutip pendapat para ahli tersebut. Apalagi dalam pengutipan dalam skripsi tersebut tidak disebutkan ia mengutip dari jurnal yang dibuat oleh orang lain. Di daftar pustaka juga tercantum judul buku dan pengarangnya dimana kutipan awalnya berasal, selain juga mencantumkan jurnal tempat ia mengutip pendapat tersebut. Saat sidang pengujian skripsi, sang dosen yang sudah membaca buku dan juga jurnal yang menjadi salah satu referensi skripsi mahasiswa tersebut mengajukan pertanyaan sangat sederhana namun tidak bisa dijawab oleh mahasiswa tadi. Yang ditanya adalah: “Apa warna sampul atau cover dari buku yang dikarang ahli tersebut, yang didalamnya terdapat pendapat yang dikutip di dalam skripsi.” Sang mahasiswa gelagapan dan menjadi panik tak menduga akan ada pertanyaan seperti itu. Ia pun tidak bisa menjawabnya. Hal ini memancing dosen penguji lainnya untuk bertanya lebih mendalam terkait proses pembuatan skripsi. Akhirnya si mahasiswa mengaku bahwa Ia tidak pernah membaca buku yang dimaksud. Pendapat yang dikutipnya dalam skripsi berasal dari jurnal yang dibacanya. Ia pun mengaku salah tidak seharusnya berbuat demikian, apalagi mencantumkan buku tersebut sebagai salah satu referensi dalam daftar pustaka skripsi yang dibuatnya. Para dosen penghuji pun sepakat memutuskan mahasiswa tersebut dinyatakan gagal dalam sidang skripsi karena telah melakukan kecurangan intelektual. Secara sepintas memang terlihat kesalahannya sepele, namun sang dosen mengatakan bahwa hal itu tidak bisa mereka tolerir karena menunjukkan tindakan tidak jujur dalam membuat suatu karya ilmiah.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/amirsyahoke/ketahuan-plagiat-tidak-lulus-sidang-skripsi_5529de366ea834be56552d16
 Saat dalam kuliah tahap akhir dan menjelang pembuatan skripsi, salah seorang dosen yang bertugas menjadi dosen pembimbing sekaligus penguji skripsi mewanti-wanti kami para mahasiswanya agar membuat skripsi dengan serius. Salah satu yang paling ditekankannya adalah jangan sampai melakukan kecurangan intelektual seperti melakukan copy paste tanpa mencantumkan sumbernya atau tindakan plagiat terhadap karya-karya orang lain.

Sang dosen menceritakan pengalamannya saat harus tidak meluluskan seorang mahasiswa karena ketahuan membuat skripsi secara serampangan yaitu ditunjukkan dengan mengutip pendapat para ahli yang berasal dari buku yang dibuat oleh ahli tersebut, namun sang mahasiswa tidak membacanya langsung dari buku, melainkan mengutip dari jurnal yang mengutip pendapat para ahli tersebut. Apalagi dalam pengutipan dalam skripsi tersebut tidak disebutkan ia mengutip dari jurnal yang dibuat oleh orang lain. Di daftar pustaka juga tercantum judul buku dan pengarangnya dimana kutipan awalnya berasal, selain juga mencantumkan jurnal tempat ia mengutip pendapat tersebut.

Saat sidang pengujian skripsi, sang dosen yang sudah membaca buku dan juga jurnal yang menjadi salah satu referensi skripsi mahasiswa tersebut mengajukan pertanyaan sangat sederhana namun tidak bisa dijawab oleh mahasiswa tadi. Yang ditanya adalah: “Apa warna sampul atau cover dari buku yang dikarang ahli tersebut, yang didalamnya terdapat pendapat yang dikutip di dalam skripsi.” Sang mahasiswa gelagapan dan menjadi panik tak menduga akan ada pertanyaan seperti itu. Ia pun tidak bisa menjawabnya. Hal ini memancing dosen penguji lainnya untuk bertanya lebih mendalam terkait proses pembuatan skripsi.

Akhirnya si mahasiswa mengaku bahwa Ia tidak pernah membaca buku yang dimaksud. Pendapat yang dikutipnya dalam skripsi berasal dari jurnal yang dibacanya. Ia pun mengaku salah tidak seharusnya berbuat demikian, apalagi mencantumkan buku tersebut sebagai salah satu referensi dalam daftar pustaka skripsi yang dibuatnya. Para dosen penghuji pun sepakat memutuskan mahasiswa tersebut dinyatakan gagal dalam sidang skripsi karena telah melakukan kecurangan intelektual. Secara sepintas memang terlihat kesalahannya sepele, namun sang dosen mengatakan bahwa hal itu tidak bisa mereka tolerir karena menunjukkan tindakan tidak jujur dalam membuat suatu karya ilmiah.

Saat dalam kuliah tahap akhir dan menjelang pembuatan skripsi, salah seorang dosen yang bertugas menjadi dosen pembimbing sekaligus penguji skripsi mewanti-wanti kami para mahasiswanya agar membuat skripsi dengan serius. Salah satu yang paling ditekankannya adalah jangan sampai melakukan kecurangan intelektual seperti melakukan copy paste tanpa mencantumkan sumbernya atau tindakan plagiat terhadap karya-karya orang lain. Sang dosen menceritakan pengalamannya saat harus tidak meluluskan seorang mahasiswa karena ketahuan membuat skripsi secara serampangan yaitu ditunjukkan dengan mengutip pendapat para ahli yang berasal dari buku yang dibuat oleh ahli tersebut, namun sang mahasiswa tidak membacanya langsung dari buku, melainkan mengutip dari jurnal yang mengutip pendapat para ahli tersebut. Apalagi dalam pengutipan dalam skripsi tersebut tidak disebutkan ia mengutip dari jurnal yang dibuat oleh orang lain. Di daftar pustaka juga tercantum judul buku dan pengarangnya dimana kutipan awalnya berasal, selain juga mencantumkan jurnal tempat ia mengutip pendapat tersebut. Saat sidang pengujian skripsi, sang dosen yang sudah membaca buku dan juga jurnal yang menjadi salah satu referensi skripsi mahasiswa tersebut mengajukan pertanyaan sangat sederhana namun tidak bisa dijawab oleh mahasiswa tadi. Yang ditanya adalah: “Apa warna sampul atau cover dari buku yang dikarang ahli tersebut, yang didalamnya terdapat pendapat yang dikutip di dalam skripsi.” Sang mahasiswa gelagapan dan menjadi panik tak menduga akan ada pertanyaan seperti itu. Ia pun tidak bisa menjawabnya. Hal ini memancing dosen penguji lainnya untuk bertanya lebih mendalam terkait proses pembuatan skripsi. Akhirnya si mahasiswa mengaku bahwa Ia tidak pernah membaca buku yang dimaksud. Pendapat yang dikutipnya dalam skripsi berasal dari jurnal yang dibacanya. Ia pun mengaku salah tidak seharusnya berbuat demikian, apalagi mencantumkan buku tersebut sebagai salah satu referensi dalam daftar pustaka skripsi yang dibuatnya. Para dosen penghuji pun sepakat memutuskan mahasiswa tersebut dinyatakan gagal dalam sidang skripsi karena telah melakukan kecurangan intelektual. Secara sepintas memang terlihat kesalahannya sepele, namun sang dosen mengatakan bahwa hal itu tidak bisa mereka tolerir karena menunjukkan tindakan tidak jujur dalam membuat suatu karya ilmiah.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/amirsyahoke/ketahuan-plagiat-tidak-lulus-sidang-skripsi_5529de366ea834be56552d16
Sumber : http://www.kompasiana.com/amirsyahoke/ketahuan-plagiat-tidak-lulus-sidang-skripsi_5529de366ea834be56552d16